Menerima, ini kata yang mengingatkanku bagaimana selama sekian tahun aku dituntut oleh orang orang di sekitarku untuk bisa menerima kenyataan. Sejatinya aku tidak merasa bahwa aku menolak kehidupan yang kualami saat ini. Kalimat menerima, memaksaku untuk menerima sesuatu yang sudah kuterima.
menerima |
Menerima, juga berarti tidak ada kalimat terlalu. Entah terlalu baik, ataukah terlalu buruk. Kenyataanya menerima, tidak akan mempermasalahkan hal hal demikian. Karena apapun alasannya (termasuk terlalu baik) sesungguhnya penolakan, berarti menolak. Berarti kelebihan adalah kekurangan, sehingga ditolak.
Seorang bercerita mengenai penolakannya terhadap seseorang yang mendambakan dia. Kenyataanya orang yang mendambakannya itu sangat baik, dan alasan untuk menolaknya, karena orang itu, terlalu baik untuk temanku. Versi temanku, terlalu baik menjadi alasan kenapa dia menolak.
Tetapi pada kenyatannya, terlalu baik, bermakna kurang baik. Karena sesuatu yang ditolak, bermakna kurang. Kecuali uang kembalian.
Membahas penerimaan. Aku sendiri mulai menerima sesuatu yang memang tidak bisa kuterima. Dalam sebulan ini aku mengajak seorang perempuan yang tidak pernah kutemui. Tidak pernah melihatnya langsung. Bahkan suaranya seperti apa aku pun tidak pernah mendengarnya. Perempuan itu ku ajak menikah. Sebuah kalimat syakral yang semestinya tidak sembarangan untuk diucapkan kepada seorang perempuan.
Menerima, aku menerima karena salah satu dari empat alasan kenapa perempuan dinikahi. Dan aku, menggunakan alasan keempat. Aku percaya dia baik, aku percaya dia pantas untuk menjadi seorang istri, ibu, menantu, dan sebagainya setatus seorang perempuan dimasa depan.
Apakah aku mencintainya? Tidak. Apakah dia mencintaiku? Tidak. Ini soal bagaimana menerima. Kenyataanya, menikah bukanlah sunnah rosul. Menikah adalah kewajiban untuk memperpanjang keturunan. Menyempurnakan separuh agama. Dan menikah adalah ibadah paling panjang.
Apa salahnya memulai ibadah paling panjang dengan seseorang yang sudah terbiasa dengan ibadah ibadah pendek lainnya? Ya, itulah alasan keempat. Aku menerima, untuk memulai sesuatu yang belum pernah kulakukan sebelumnya.
Apakah aku tidak takut salah memilih? Tidak. Ketakutan hanya akan membuat kita berhenti melangkah. Seperti halnya pasangan yang panjang umur dan harmonis selamanya, bukan karena mereka benar memilih. Tetapi karena mereka memutuskan untuk saling mempertahankan.
Menerima, aku menerima segala kelebihannya. Dan aku akan menjadi pelengkapnya. Bukan berarti aku sombong dengan mengatakan aku bisa menjadi pelengkapnya. Tetapi ini adalah kalimat optimis, dan yakin. Bahwa memang janji Allah adalah mencukupi (menggenapkan) jika ummatnya telah menikah.
Apakah aku sudah siap menjadi seorang suami, bapak, menantu dan sebagainya nanti? Sejatinya tidak pernah ada kata siap yang meyakinkan sebelum dimulai.
Dan aku menerima, bahkan setiap penolakan yang ia sampaikan.
#abdillahwahab
Comments
Post a Comment