Antara Sejarah dan Kenangan

 
antara sejarah dan kenangan
sejarah indonesia
Sejarah, kenangan. Dua kata yang jika kita coba artikan memang sepertinya sama artinya hanya berbeda di pemakaian katanya. Sama-sama tentang masa lalu atau kejadian yang sudah lampau. Penggunaan kata sejarah kadang kala diartikan untuk mengingat kejadian yang diakui oleh umum, dalam hal ini diakui negara. Kalau kenangan, hanya hal-hal yang dialami oleh seseorang yang mengenangnya.
Diantara sejarah dan kenangan kadang aku ingin menganggap bahwa apa yang selama ini aku alami adalah sebuah sejarah. Tetapi orang lain menganggapnya itu hanya kenangan. Kenangan yang aku lalui sendiri, atau dengan seseorang.
Oke, apa pentingnya mengetahui perbedaan sejarah dan kenangan? Tidak penting selama kamu tidak ingin membaca ini. Tapi menjadi penting ketika kamu ingin menyampaikan hal-hal apa yang tiba-tiba saja muncul mengganggumu, dimana hal itu datangnya dari masa lalu.
Mari kita ingat hari ini, 1 Oktober, hari kesaktian Pancasila. Dan kemarin 30 september, peringatan G30S/PKI. Siapa yang menyangkal keduanya sebagai sejarah? Siapa yang tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu tentang itu? Siapa yang berani mengatakan bahwa dua kejadian itu hanya fiktif, tidak nyata, atau hanya sekedar propaganda antara pemerintah orde baru dan orde lama? Sekalipun tuduhan itu betul, kenyataanya kejadiannya menjadi sejarah. Dan sejarah yang kita ketahui hari ini? Seperti adanya yang kita tahu tentang ini.
Lalu kenapa kedua kejadian itu dianggap sejarah? Karena dialami oleh sebagian besar suatu komunitas. Banyak orang yang mengalami kejadian tersebut. Banyak yang harus terjebak dalam situasi yang bagi sebagian dari kita hari ini, tidak sanggup membayangkan untuk ikut mengalami. Bahkan mungkin mendengar cerita dari kakek nenek kita yang masih ada pun belum tentu kita mau mendengarkan.
Lalu dari sejarah itu, apakah ada kenangan? tentu. Sejarah mengatakan bagaimana pemberontakan PKI kepada republik ini. Tetapi dari kelompok-kelompok masyarakat yang mengalami kejadian itu masing-masing punya sudut pandang sendiri mengenai kejadian itu. Saya tidak mengerti kejadian di masalalu. Tapi saya yakin, setiap orang akan menganggap berbeda setiap kejadian itu. Terlebih bagi mereka yang mengalami, dan bagi kita yang tidak mengalami.
Anggap saja seorang petani tanpa sengaja ikut dalam kejadian yang sama dimasa lalu. Dan terpaksa harus ikut  berperang dalam kejadian itu. Kepahitan itu, Kelelahan, Kesakitan itu akan jadi kenangan di masadepannya. Untuk dia sendiri. Untuk setiap apa yang ia lihat dari kedua matanya. Untuk setiap teriakan yang ia dengar dari kedua telinganya. Dan untuk setiap air mata serta darah yang mengalir dari tubuhnya. Kesemuanya itu menjadi kenangan di masa kini untuknya. Tapi menjadi sejarah  untuk kita baca, untuk kita dengar hari ini.
Sebuah film dengan judul “Angles and demons”. Dalam film itu, ada sebuah scene yang mengatakan “kita belajar sejarah untuk tidak saling bunuh membunuh”. Sejarah memang dipelajari untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Tetapi sering kali kita mempelajari sebuah sejarah untuk mengulangi kesuksesan yang sama. Walau bisa jadi menjadi sebuah kegagalan yang lebih parah.
Sebagai orang yang cukup senang belajar mengenai olahan data, sejarah juga sebuah informasi. Kumpulan sejarah akan menjadi data yang bisa disimpulkan. Untuk membuat suatu pemecahan masalah jika di kemudian hari ditemukan masalah yang sama atau masalah yang berpola sama. Lalu kenangan?
antara sejarah dan kenangan
Kenangan

Kadang kenangan bertolak dengannya. Mungkin kata dalam bahasa indonesia yang mengalami penyempitan makna, atau memang dari awal pengertian kata kenangan dalam bahasa indonesia itu berarti sesuatu yang tidak nyaman. Aku pernah mengenang sebuah kejadian bahagia, tapi kenyataannya ketika hari ini aku mengingat kejadian itu, aku bersedih. Karena kejadian itu tidak terulang kembali. Seandainya bisa di ulang kembali. Kata yang digunakan bukan lagi mengenang, tapi mengulang.
Ambil kasus lain. Mari mengenang hari proklamasi, dimana hari itu menjadi sejarah yang memerdekakan kita dari penjajahan “nampak” oleh bangsa asing. Tetapi keadaan saat ini, bukan mengenang yang kita pakai, tapi merayakan.
Kasus lainnya. Ketika kita memperingati hari pahlawan, pasti ada sesi dari acara itu yang dinamai mengheningkan cipta untuk mengenang jasa pahlawan. Lagi-lagi untuk jasa-jasa pahlawan kita mengenang, bukan merayakan. Mungkin ini kesimpulan penulis sendiri, tetapi kata mengenang seperti ungkapan kesedihan.  Walau saya akui memang kita bersedih (untuk setiap pahlawan korban perang)
Lagi-lagi, kenangan itu seperti mengingat kejadian yang membuat kita bersedih. Walaupun kejadian yang kita ingat-ingat itu mungkin kejadian yang bahagia. Anehnya, kenangan disebut-sebut sebagai sesuatu yang sering dilakukan. Bahkan sering menyebut kenangan itu dengan ungkapan kesedihan.
Jadi kesimpulannya apa nulis ini? Bagaimana seandainya kenangan yang sering kita kenang itu justru kita rayakan? Bagaimana seandainya kejadian-kejadian dalam hidup kita bukan kita anggap sebagai kenangan. Tapi sebagai sejarah, dan setiap bagiannya akan manjadi data. Untuk kita kemudian bisa memutuskan sesuatu. Untuk berjalan maju meninggalkan kenangan dengan satu terabyte data berisi sejarah-sejarah ditinggalkan mantan. Sejarah di benci dan dikucilkan teman. Sejarah di tipu MLM dan sebagainya. Melangkah dengan mantap.
Di akhir bagian, sebenarnya kita sudah melakukannya tanpa semua menyadari. kita sudah menyebutnya sebagai “pengalaman”. Kita butuh berjalan dengan pengalaman ketimbang kenangan. Meskipun pengalaman itu dari orang lain. Seorang mantan kekasih pernah mengajari “Pengalaman adalah guru yang terbaik. Dan yang lebih baik adalah belajar dari pengalaman orang lain”.
Sejarah adalah pengalaman bukan kenangan.

*) jika ada kesalahan pengungkapan sejarah mohon di koreksi.

Comments