di Perpustakaan II

Setelah tas itu kembali, beban Farras sudah lepas. Kelegaan terpancar dari wajahnya yang cerah. Meski demikian, masih ada yang mengganjal. Kenapa tas itu sampai harus di tinggalkan selama 1 tahun lebih tanpa dicari. Padahal ada kesempatan untuk mencarinya di bulan bulan pertama.
“Jika aku boleh tau, apa isi tas itu? Sehingga kau rela meninggalkannya hingga selama ini?” Farras menanyakan perihal kebingungannya.
“Mmmm" gumam Bena yang sedikit melirik memalingkan pandangannya.
“Maaf, jika keberatan untuk bercerita, tak apa.” Farras memberikan senyum agar Bena bisa merasa nyaman.
“Sebenarnya tidak ada masalah, hanya saja aku bingung mesti mulai dari mana.” jawab Bena sambil tersenyum, tapi masih nampak kegelisahannya.
“Mulailah dari yang ringan untuk kamu sampaikan. “
“Di dalam tas itu ada semua surat surat penting keluargaku. Kartu keluarga, akta kelahiran. buku nikah orang tuaku. Ijazahku, termasuk Ijazah orang tuaku juga.”
“Barang sepenting itu kau bawa keluar rumah? dan sengaja kau tinggalkan?” Farras heran.
“Iya”, Bena menatap Farras. “aku punya alasan.“ Lanjutnya lagi.
“oke, silahkan lanjutkan”
“Tahun lalu aku dijodohkan dengan laki-laki pilihan orang tuaku. Aku tau segala baik buruk laki laki itu, karena dulu sahabatku pernah berpacaran dengan lelaki itu. Tapi aku tak kuasa untuk menolak permintaan ayahku. Akhirnya aku menerima. Tapi aku tetap berpikir keras bagaimana caranya agar aku bisa membatalkan perjodohan ini.  
Aku tidak tau harus berbuat apa, tapi ketika aku di minta untuk memulai mengurus surat surat sebagai syarat ke KUA. Aku terfikir untuk menghilangkan semua surat -surat itu. Mungkin dengan begitu, setidaknya aku bisa menghambat agar pernikahanku bisa di tunda.

Baca Juga : Senyum di Puncak Lawu
Aku sebenarnya masih ragu apakah aku harus menghilangkan surat itu, ataukah aku hanya menyembunyikannya saja. Dan karena aku tak tega untuk menghilangkannya, maka aku memilih untuk menyembunyikannya saja.
Pada mulanya aku tidak tahu akan kusembunyikan dimana. Dirumah tidak mungkin. Di sahabatku? Aku juga tak tahu, sahabat yang mana yang akan kutitipin barang itu. Akhirnya aku berjalan ke perpustakaan ini, untuk menenangkan diri.
Sebelum aku menitipkan tas itu kepadamu, ibuku mengirim pesan kapadaku bahwa, Manggala, laki laki yang dijodohkan denganku itu akan menjemputku. Aku bilang aku di perpustakaan, sehingga ia akan datang kesini.
Ketika itu aku tidak ada solusi sama sekali, aku masih bingung. Secara tiba tiba saja aku menawarkan untuk menitipkan tasku ini kepadamu. Aku juga ragu. Tapi aku sudah terlanjur mengatakan.
Setelah itu, kau tentu tau, tas itu bersamamu dan aku keluar, tanpa pernah kembali menemuimu.
Setelah aku bertemu dengan Manggala diluar, aku di ajaknya buru-buru untuk pulang. Tapi aku menolak dengan alasan tasku masih ketinggalan di dalam perpustakaan ini. Kupikir aku diijinkan untuk kembali kedalam untuk mengambil tas itu,dan kemudian aku akan lari. Tapi ternyata dia justru menyuruh temannya, mungkin sebenarnya anak buahnya, untuk mengambil tasku.
Ketika itu, aku berharap kamu tidak memberikan tas itu kepadanya. Tapi disisi lain, aku juga takut ada hal hal yang tak kuduga. Dan akhirnya, aku cukup lega karena ketika dirumah, anak buah Manggala itu tidak membawa tasku kembali.
Beberapa hari berikutnya, keluargaku mulai panik, karena ternyata mereka baru tau, bahwa semua dokumen keluarga hilang. Setelah sebulan di cari tidak ketemu, baru ayahku mulai untuk mengurus surat-surat baru.
Dan ternyata Ideku berjalan, pernikahan ku dengan Manggala ditunda hingga 10 bulan. atau sampai dengan semua dokumen keluargaku bisa rampung di buat kembali.”
“Artinya kau sekarang sudah menikah dengan Manggala?” Farras menyela.
“Kau masih mau dengar ceritanya ?”
“Tentu saja. jika kamu tidak keberatan bercerita” Farras menjawab mantap.
“Baiklah. selama waktu 10 bulan penundaan pernikahan itu, aku masih berusaha agar pernikahan itu bisa gagal. Sampai aku berfikir untuk mencari bukti kepada orang tuaku, bahwa memang Manggala adalah lelaki yang tidak baik untukku. Jika aku ada bukti, aku berani untuk mengatakannya kepada ayahku.
Tetapi di bulan kelima sebelum aku benar benar yakin dengan bukti yang akan kusampaikan kepada orangtuaku, ternyata dari keluarga Manggala ingin, agar pernikahan kami di lakukan segera. Meski hanya nikah sirih dulu.
Aku shock. Aku tidak tau harus menjawab apa ketika ayahku memberikan kabar itu. Aku masih berfikir semalaman ketika itu.
Hinagga pada esoknya, aku sampaikan ke ayahku, bahwa aku menolak nikah sirih. Aku tidak mau.  Berbagai hal kusampaikan agar ayahku bisa yakin bahwa nikah sirih itu merugikan bagi pihak perempuan. Aku bersyukur karena ternyata ayahku cukup bijak dengan menolak perminataan keluarga Manggala.
Beberapa bulan kemudian, mungkin memang Tuhan yang sudah menggariskan bahwa Manggala tidak baik untukku. Manggala ternyata ketahuan telah menghamili anak gadis orang. Dan oleh orang-orang di perumahan gadis itu, dia diadili dan harus menikahi gadis itu. Tentu saja harus begitu.
Ayahku tahu itu. Dan segera membatalkan perjodohan ini. Aku lega. Walau hingga beberapa minggu keluargaku masih shock dengan itu semua.  Ayahku tidak melanjutkan memproses pengajuan dokumen kaluargaku.
seminggu kemudian aku ke perpustakaan lagi. Untuk menghibur diri karena sudah lama sejak aku menitipkan tas ini kepadamu, aku tidak pernah lagi ke perpustakaan. Sampai disini aku kaget. Karena ternyata tasku ini tersimpan di lemari ini, dan ada surat darimu. Waktu itu aku menangis.
Jujur aku menangis. Aku tidak sangka kau kan benar-benar menjaganya. Bahkan dari potongan pesan note warna kuning itu, kau datang setiap hari ke sini untuk menungguku.
Waktu itu aku tidak mengerti, tangis apa yang sebenarnya aku alami. Aku bahagia karena ternyata dokumen penting yang aku titipkan tidak hilang. tidak kemana-mana, dan tidak dengan siapapun. Tapi masih di tanganmu. Meski bendanya ribuan kilo darimu.
Tapi waktu itu aku juga menyesal. Karena telah membuat orang lain menjadi sangat repot dan kesusahan. Bahkan orang itu tidak tau siapa aku. Bertemupun hanya sekali. Mungkin sekilas pandang saja. Kau juga tidak tau apa alasan yang mebuat tas itu dititipkan. kau bahkan baru tau sekarang apa isi dari tas itu.
Sebelum aku pulang, aku tulis note kecil di bawah suratmu. Berharap jika kau kembali memang akan menghubungiku. Aku tak kuasa menghubungimu dulu. Aku takut juga malu.
Sampai dirumah aku ceritakan semua ke ayahku, mengenai kehilangan dokumen kaluarga dan sekarang dimana dokumen itu. Ayahku awalnya ingin marah. Tapi kemudian menunduk dan mengatakn bahwa apa yang sudah kulakukan cukup benar.  Walau bukan berarti menyembunyikan dokumen itu adalah pilihan bijak. Karena bisa saja ada urusan lain yang butuh surat itu. Bukan cuma soal pernikahan. Aku terdiamdan tentu saja minta maaf.
Tapi setidaknya ayahku lega karena surat-surat kami masih aman, walau belum bisa di ambil.
Dan hari ini. aku bertmeu kamu, dan aku mengambil tas ini. Terima kasih Farras” pungkas Bena.
“Dengar ceritamu, sepertinya kau harus membayarku untuk upahnya. HAHAHAHA” Farras dengan nada mengejek.
“oh, jadi kau tidak tulus menjaga ternyata?” Bena membalas ejekan pula.
“Sekarang aku memohon ketulusanmu untuk menemaniku makan mie ayam. Lapar. “ Farras memegang perutnya.
Senyum Bena mengembang “Ayo!”

Baca Juga : DI Malaysia Ketemu. . .
--
Sudah dua minggu perkenalan Farras dan Bena. Meski perkenalan baru dua minggu, tapi pertemuan mereka dan tentu saja pertemuan yang mengikat sudah di mulai setahun yang lalu.dalam dua minggu mereka sudah beberapa kali bertemu di perpustakaan, membaca beberapa buku. lalu mendiskusikannya sambil makan di luar perpustakaan.
Hari ini Farras di perpustkaan sendiri. dia membaca buku yang kemarin diberikan oleh Bena kepadanya. Buku itu berjudul KUKILA karya Aan Mansyur. buku yang cukup kaya dengan sajak dalam setiap cerpennya.
di tenah buku itu ada sebuah surat.
Dear Farras,
Kau sudah pernah menulis surat untukku. Yang isinya, aku harus menunggumu agar tasku bisa kembali. Ya. Surat itu yang kau tulis dan dipajang di etalsa dimana tasku disimpan.
Dari surat itu, dari pesan-pesanmu sebelumnya, yang tidak pernah sempat aku baca. Aku memikirkan betapa berharganya tas itu. Padahal engkau tidak tahu apa isinya. Engkau tidak tau siapa pemiliknya. Kau bahkan tidak tau, apakah aku akan kembali untuk mengambilnya atau tidak.
Dari tas itu pula, seolah ia membaritahuku sesuatu. Sesuatu tentang dirimu, meski kau tak pernah mengatakan. Kau orang yang bertanggung jawab.
Aku percaya padamu. Sangat percaya. Tanpa aku minta menjadi temanmu. Kau sudah menerimaku menjadi teman. Tanpa aku berkata bahwa kau adalah sahabatku pun, kau seolah sudah mengatakan bahwa aku saudaramu. Aku percaya sekali tentang itu. Sangat percaya.
Aku sudah menceritakan tentangmu kepada orang tuaku. dan atas restu mereka, aku memberanikan diri, untuk menjadi sesuatu yang dititipkan kepadamu. Yang akan kau jaga. hingga kau tak punya kuasa untuk menjaga.
Aku ingin menjadi istrimu. Apapun jawabanmu atas permintaanku ini. Aku akan menerima dengan hati terbuka.
Salam, Bena. Pemilik Tas Cantik Warna Hitam.
Farras melipat lagi surat itu. memasukannya kedalam buku KUKILA lagi dan menutupnya. Ia tidak jadi membaca buku siang itu. ia hanya memejamkan mata, dan bulir bulir air mata keluar dari sudut matanya yang terpejam. mungkin dia sedang memikirkan jawabannya.

...
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Thailand, 5-8 September 2016
#blankidea - Abdillahwahab
Lisensi Creative Commons
di Perpustakaan II oleh Abdillah Wahab disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Berdasarkan ciptaan pada http://masihpunyadila.blogspot.com/2016/09/di-perpustakaan-ii.html.

Comments