“Nak, kamu mau nikahin putri semata wayang saya. Jujuran yang kamu bisa kasih berapa?”. Seorang bapak kepada lelaki pacar anaknya.
Obrolan seperti itu mungkin saja ada di tanah seberang yang oleh orang-orang lama disebutnya Borneo. Tanah Kalimantan. Bumi Kutai. Jujuran yang dimaksud ialah senilai nominal tertentu untuk biaya pernikahan yang diberikan oleh pihak pengantin pria kepada keluarga pengantin perempuan. Berbeda dengan mas kawin. Tapi kejujuran yang hendak aku tulis bukan soal itu. Ini soal kejujuran yang mungkin juga dibahas di percakapan itu . Antara si cowok itu benar-benar tulus atau tidak ingin menikahi anak perempuan bapak tersebut.
Kejujuran itu sesuatu yang mungkin teramat absurd untuk dijelaskan, tapi teramat sangat dibutuhkan. Kejujuran itu sesuatu yang tidak akan ada puncak atau titik dimana bisa di katakan seseorang itu mempunyai kejujuran yang baik. Tapi bisa hancur berkeping-keping hingga tidak berbekas hanya karena sebuah kebohongan kecil yang bisa jadi tanpa di sengaja.
Aku kira kita benar-benar kesulitan untuk mengatakan seseorang mempunyai kejujuran atau tidak. Sangat sulit. Misal seorang majikan ingin memberikan tes kepada pembantunya, apakah dia jujur atau tidak. Nyonya majikan menaruh uang senilai sepuluh kali dari gaji pembantu lalu ditinggalnya pergi selama seminggu sekeluarga. Ketika majikan itu pulang ternyata uang itu telah raib, maka bisa disimpulkan pembantunya lah yang mencurinya. Apalagi ternyata di ruangan itu sudah dipasangi camera CCTV untuk memantau setiap kegiatan yang ada dirumah itu. Sudah tidak terelakkan, bahwa pembantunya telah mencuri. Sampai disini, kemungkinan untuk menyimpulkan bahwa si pembantu tidak lulus tes kejujuran bisa saja benar. Tapi tidak sepenuhnya benar.
Kejujuran |
Ternyata ketika majikannya pulang, si pembantu memberikan uang tersebut kembali kepada nyonya majikannya. Katanya, “maaf Nyonya, uangnya kemarin saya simpan di kamar saya. Mungkin nyonya kelupaan naruh sembarangan”. Jawaban sederhana, tetapi sudah menjawab ketidak percayaan dari si Majikan. Lalu, apakah dengan demikian bisa disimpulkan bahwa si pembantu memiliki kejujuran? Secara jujur aku katakan, aku tidak bisa menyimpulkan.
Semisal ternyata dalam seminggu, uang itu telah dipakai oleh pembantu itu, lalu sebelum ditanyakan oleh majikannya. Uang itu segera dikembalikan. Pada hal ini, dia memang bertanggungjawab karena mengembalikan. Tapi soal kejujuran, dia sudah berbohong. Tapi ini tidak terbukti.
Selama berbulan-bulan, bertahun-tahun tidak ada kebohongan yang disampaikan oleh si pembantu kepada majikan. Dia benar-benar menjaga kejujurannya, dan menjaga kepercayaan majikannya. lalu tiba-tiba saja, ada kejadian yang memaksa si pembantu untuk berbohong. Yang alasannya demi kebaikan bersama. Tetapi ketika kebohongan itu sampai kepada yang di bohongi, tetap saja itu mencederai kejujuran yang selama ini dibangunnya. Anggap saja, ketika si Tuan terlilit hutang. Lalu si nyonya menjual perhiasannya untuk bayar hutang tanpa memberi tahu si Tuan. padahal si Tuan sudah melarang hal itu. Si Pembantu di paksa si Nyonya untuk membantu menjualkan perhiasan itu. Di posisi ini si Pembantu membantu si nyonya. Aku tidak katakan ini benar atau salah. Aku hanya menilai kejujurannya ternoda. Bukankah seharusnya orang yang memiliki kejujuran itu mengatakan apa yang dilakukan dan melakukan apa yang dikatakan. Sedangkan di posisi ini, si Pembantu tidak bisa melakukannya. Lalu apakah ia berarti memiliki kejujuran atau tidak? Aku pribadi lagi-lagi tidak bisa menyimpulkan. Tetapi sangat bisa memahami jika di mata si Nyonya, pembantu tersebut memiliki kejujuran. Sedangkan di mata si Tuan, pembantu itu tidak memiliki kejujuran. Aku bisa memahami sudut pandang itu.
Pada kasus diatas, ada sangat mudah untuk menyimpulkan orang lain tidak memilki kejujuran, hanya dengan tes sederhana saja bisa dikatakan tidak jujur. Tapi untuk menganggap seseorang itu memiliki kejujuran. Agaknya cukup susah dilakukan. Semestinya, untuk menilai seseorang itu memiliki kejujuran sama sulitnya dengan menilai seseorang itu tidak jujur. Karena seseorang yang jujur mungkin saja akan berbohong pada kondisi tertentu. Dan seseorang yang munafik, bisa jadi akan berkata jujur pada kondisi yang krusial.
Tetapi secara pribadi aku katakan, kejujuran memang teramat penting. Bahkan aku ada pengalaman, walau memang lamaranku ditolak, karena keahlian yang kumiliki tidak lulus kualivikasi. Tapi di surat lamaran kerjaku kutulis kalimat; “saya orang yang memiliki kejujuran. dan kejujuran saya, lebih tinggi nilainya dibanding semua pengakuan di sertifikat yang saya lampirkan”. Aku sendiri tidak begitu yakin apakah mereka HRD yang membaca itu percaya atau tidak. Tapi aku merasa hal itu perlu, dan sangat perlu untuk disampaikan.
Seperti yang kusebutkan sebelumnya, bahwa kejujuran itu mengatakan apa yang dilakukan, dan melakukan apa yang dikatakan. Kalimat ini kudapati ketika ikut pelatihan teknologi informasi di bandung selama dua minggu. Ini merupakan sebuah definisi dari INTEGRITAS. Kata integritas agaknya susah untuk dipahami. Dan lebih mudah bagiku yang awam untuk membahas kejujuran, yang aku pikir maknanya sama.
Kejujuran teramat berat untuk diemban, tapi sama sekali tidak berbobot jika ditimbang. Dan kejujuran itu hal yang sangat sederhana untuk dinasehatkan, sangat mudah diucapkan. Tapi benar benar sulit dilakukan.
Sebuah pertanyaan “Kejujuran itu ada apanya?”. Sejodoh jawaban “Kejujuran itu apa adanya.”.#Puisi #Kumpulan #KumpulanPuisi #cerpen #kumpulanCerpen #blankidea #PuisiCinta #CerpenRomantis #Cerita #CeritaPendek #Blog
Comments
Post a Comment